BLANTERVIO104

Arsitektur dan makna kultural Balairung Sari di Nagari Tabek Kabupaten Tanah Datar

Arsitektur dan makna kultural Balairung Sari di Nagari Tabek Kabupaten Tanah Datar
Wednesday, January 17, 2024

Dengan keanekaragaman budaya dan warisan sejarah, Sumatera Barat terkenal dengan hingga pelosok dunia dengan menyajikan hasil kekayaan intelektual budaya yang sangat mengesankan. Salah Satunya adalah sebuah bangunan rumah gadang dengan tampilan terbuka (tanpa dinding dan bilik) yang terdiri dari beberapa tiang yang menyangga atap Ijuak (ijuk/Sabut kelapa). Bangunan ini dikenal dengan Balairung Sari, dimana pada sejarahnya Balairung sari dijadikan sebagai balai adat tertua di Minangkabau untuk tempat bermusyawarah dan bermufakat.

Bangunan ini didirikan oleh datuak Tantejo Gurhano pada abad ke 15 yang merupakan balai adat Lareh Body Chaniago. Dari bentuk arsitektur hampir sama dengan rumah Gadang Istano Basa Pagaruyung yang memiliki gonjong, beratap ijuak, dan memiliki tiang kayu yang menopang atap balai adat tersebut. Panjang bangunan sekitar 18 meter dan lebar 4,4 meter membuat bangunan ini terlihat lebih luas. perbedaan signifikan antara Istano Basa Pagaruyung juga terlihat dari lantai, Istano dibangun begitu mewah dengan 3 lantai sedangkan balai adat hanya terdiri dari 1 lantai saja.

Balairung sari ditopang tiang kayu yang berjumlah 18 pasang tinggi tiang adalah 3 meter. Sedangkan tinggi panggung adalah 1 meter diatas tanah. Keunikan bangunan ini juga terletak pada lantai nya, dimana antara ruang (bagian satu tiang ke tiang yang lain) ke 9 dari kanan (utara) lantainya terputus dan tidak menyambung dengan ruang berikutnya, sehingga seolah-olah lantai bangunan terbagi dua sisi, yaitu utara dan selatan.

Bentuk atapnya bergonjong dengan jumlah gonjong 6 buah dimana ijuk melambangkan ciri khas atap bangunan tradisional di Minangkabau. Pada bagian ujung gonjong tersebut, terdapat bentuk bulan dan bintang yang melambangkan nilai-nilai Islam yang menjadi landasan orang Minangkabau. “Adaik basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah” Syarak mangato, adat mamakai” merupakan kerangka pola kehidupan bagi masyarakat Minangkabau, baik secara Horizontal yaitu kepada sesama manusia, dan Vertikal kepada Tuhan sang Maha pencipta.

Filosofi dari bentuk bangunan simetris dan meruncing di kedua ujung digambarkan sebuah kapal besar yang menandakan bahwa bangunan ini sebagai pusat kehidupan masyarakat Minangkabau serta sebagai perlambangan tempat berteduh dan berlindung mengarungi lautan kehidupan. Sedangkan gonjong buah adalah tajuk pada haluan dan buritan perahu. Dari pendapat lain mengemukakan bahwa motif dasar rumah adat adalah dari mana sejarah Minang sendiri. Dengan adanya kata “Kabau” maka gonjong rumah gadang diambil dari bentuk dasar tanduk kerbau.


Meski sudah berabad lamanya, bangunan ini masih begitu kuat dan kokoh, serta kayunya pun tak lekang oleh waktu. Salah satu rahasia dari bangunan yang memiliki daya tahan yang cukup lama, bangunan ini hanya memakai pasak untuk merekatkan antara kayu yang satu dengan kayu yang lain. Pasak berfungsi layaknya paku namun lebih kuat dari paku, dimana pasak digunakan sebagai penyangga di setiap siku pertemuan kayu di setiap sudut bangunan.

Pasak secara filosofis menunjukkan kebijaksanaan budaya dalam menjaga anak cucunya dari setiap potensi bencana yang alam yang menimpa. Sejak dulu hingga kini, fungsi utama dari Balairung Sari sebagai tempat berkumpul bermusyawarah bermufakat masih tetap digunakan. Pasalnya berdialog, bermusyawarah mencerminkan jati diri masyarakat Minangkabau. Selain itu bangunan ini juga memberikan daya Tarik wisatawan edukasi bagi pelajar, mahasiswa dan penggiat budaya. Pada halaman belakang bangunan terletak kolam dan beberapa gazebo untuk wisatawan yang berkunjung, dapat dikatakan pula bahwa Bangunan Balairung Sari ini bisa dikategorikan sebagai living Monument yang tak lekang oleh roda zaman.

Balairung sari telah ditetapkan sebagai cagar budaya dengan nomor inventaris NCB.20100108.02.000402 berdasarkan SK Menteri NoPM.05/PW.007/MKP/2010 yang mendapat pengawasan dari BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Batusangkar. Halaman dari Balairung Sari ini cukup luas dengan rerumputan yang hijau dan asri, dulunya menjadi medan nan bapaneh untuk mengadakan aktivitas di ruang terbuka dan bisa diisi dengan kegiatan atraksi kesenian seperti randai, Tari, Selawat dulang, Rabab, dan lainnya.

Bangunan Balairung Sari tidak lepas dari sosok Datuak Tantejo Gurhano yang banyak memberikan sumbangsih pemikiran dan arsitektur rumah Minangkabau terutama di Pariangan. Beliau adalah tokoh yang dihormati dalam masyarakat Minangkabau, karena warisannya yang besar terutama dalam bidang arsitektur tradisional. Beliau juga berkontribusi dalam model arsitektur rumah gadang yang ikonik dengan gonjong yang melengkung dan elegan, dimana ini merupakan ciri khas rumah/bangunan Minangkabau. beliau juga yang pertama menemukan ajang ajang olahraga pacu jawi (sapi), dan sekarang makam beliau juga dijadikan warisan budaya dengan panjang kuburan mencapai 25 Meter yang dinamai Kuburan Panjang.

Share This Article :
Ramatama

TAMBAHKAN KOMENTAR

5242540319146397609